11.25.2008

Suatu Hari Nanti, Kami tidak akan menyesalimu.

Setiap pagi aku terbangun dengan rasa riang karena akan segera pergi ke sekolah. Sekolah bagiku adalah sebuah dunia yang luar biasa, di mana di sekolah dipertemukan dunia yang selalu baru (karena dibawa oleh murid-murid ke sekolah) dengan sebuah dunia dari masa lalu para guru (yang kadang ada yang usang hingga tidak berguna, namun masih dibangga-banggakan sebagai yang terbaik juga).

Bertemu dengan makhluk dari masa depan, dengan pikiran yang melayang terlalu jauh ke depan, bagiku yang termasuk salah satu dari bayang-bayang masa lalu adalah sebuah kenikmatan tersendiri. Mencoba memahami tindakan, pikiran, dan cita-cita mereka adalah sebuah persetubuhan yang tak kan mampu dijelaskan dengan buku-buku teori manapun (karena, semua buku teori itu dibuat di masa lalu). Dan bergaul dengan mereka, menikmati kesedihan yang mereka tuangkan, keceriaan yang mereka sebarkan, mereguk keberhasilan yang mereka ambil dari udara, adalah sebuah orgasme jiwa yang takkan kau dapatkan di pasar, di mall-mall, atau pusat-pusat rekreasi termodern sekalipun. Inilah hal yang selalu membuatku bergairah ke pusat pertemuan yang dinamakan sekolah.

Datang lebih dulu dari siswa, berdiri mengamati mereka datang satu per satu atau bergerombol, dengan wajah manis, senyum lebar, tawa lepas, dan bau harum, aku membayangkan bahwa mereka pasti akan bahagia sekali hari ini. Mereguk ilmu dari para guru yang sakti dengan ilmu-ilmu yang mumpuni.

Tapi sayang, orgasme ku terganggu dengan pikiran baru.
Sekolah yang menjadi tempat mereka untuk berpikir dan belajar, ternyata tidak mengajarkan mereka cara berpikir dan cara belajar. Hei...apakah itu dilupakan oleh para guru yang sakti itu? Atau memang begitulah ilmu itu diturunkan dari kakek guru, buyut guru, dan nenek moyang guru? Dengan ilmu laduni, tanpa belajar, tiba-tiba nanti akan datang kesadaran bahwa belajar otomatis bisa, berpikir otomatis mumpuni?
Pusing aku.

Mungkin bukan itu, kalau mereka pintar berpikir, nanti mereka temukan ilmu baru yang belum dikuasai sang guru. Nanti bisa-bisa, guru kalah dalam pertempuran logika. Ah..atau ada yang lain? Kalau siswa diajarkan cara belajar yang manjur, jangan-jangan setelah mereka sakti, belajar itu menjadi terlalu mudah dan menyenangkan bagi mereka. Takutnya, mereka jadi keranjingan belajar sehingga tahu dan menguasai lebih banyak ilmu dari guru mereka yang sudah tidak mau belajar lagi. Kalau murid lebih banyak tahu dari guru, khawatirnya, murid jadi adigung-adiguna, merusak tatanan dan merendahkan para guru. Guru, gitu lho? Masak ya? ada murid yang mau merendahkan guru karena si murid ilmunya banyak?

Tapi, denger-denger ada juga siswa yang terisak karena tidak bisa mengekspresikan potensi diri secara maksimal di sekolah karena sekolah hanya mempersiapkan mereka lulus Ujian Nasional. Weleh, weleh, gawat.

Tetapi memikirkan itu bisa membuatku ejakulasi prematur. Impotent dan tidak berguna. Lebih baik aku sembunyi saja di lab, dan persetan dengan itu semua.
Aku tidak mau memikirkan itu lagi, karena aku takut sampai pada kesimpulan bahwa sekolah tidak berguna dan kemudian kami akan menyesalimu.SUMBER GURRIDHO



4 komentar:

Riema Ziezie mengatakan...

Selamat Hari Guru, Guruku tercinta dimanapun berada...semoga ini bukan sebatas perayaan simbolik saja...tapi benar2 berita gembira semoga kedepan kesejahteraanmu diperhatikan oleh pemerintah dan masyarakat...Guru Pahlawan Tanpa Tanda Jasa

-- mengatakan...

tulisan dengan gaya bahasa yang menarik, sarat makna.
Mrt hari guru, semoga banyak jiwa yang terbentuk kepribadian dan keilmuannya, karena kesadaran akan tanggung jawab guru, karena kesejahteraan guru diperhatikan, dan sumbangsih perhatian dari berbagai pihak...

Anonimmengatakan...

semoga guru2 di indonesia dapat terjamin kesejateraannya...

Kristina Dian Safitry mengatakan...

prosa lirih yang menggugah jiwa.