7.09.2013

Berpuasa di Pulau Dewata (Sebuah Catatan)

Tidak ada satupun yang berubah, baik rasa maupun kebinggeran sehari-hari, tetap saja seperti biasa suara bising sepeda motor dan mobil menderu-deru, dan bau kemeyan didepan tempat tinggalku juga tak berubah, dan lagu-lagu keagamaan disenandungkan oleh para mangku pure. Aku seolah tak percaya apakah hari ini awal puasa atau tidak, lalu segera melihat kalender islam yang di bagikan oleh calon DPD Bali yang katanya satu-satunya wakil ummat Islam di Bali,,o ya ternyata benar besok berpuasa..dan tetangga disamping kontrakan juga mengucapkan selamat berpuasa, dan bertanya ”endak pulang Pak?,,aku jawab saja santai,,”endak, sudah biasa diluar berpuasa” walau berat sesunggunya berpuasa jauh dari keluarga, yah tetapi hal ini sering terjadi,, tahun kemaren aku berpuasa di negeri orang,, Thailand. disana cari makan yang halal susah, ya untung ada durian Bangkok yang selalu menjadi pengganjal perut walau pernah mabuk karena kebanyakan makan, sebelum dapat tempat makan ya…yang kami tidak tahu halal atau tidak, terpaksa harus makan walau hanya memesan ikan bakar…dan nasi doang..hal ini juga terjadi waktu aku di Singapore walau disana boleh dibilang lebih banyak restoran yang halal ketimbang di Bangkok, tetapi tetap saja kami kelaparan dulu sebelum sampai di restoran yang kami tuju.. waktu itu aku tinggal di kawasan Orchad pusat kota Singapore ternyata tetap saja yang paling enak dinegeri sendiri walau makan pelecing kangkung.. Yah,, sekarang kembali lagi berpuasa di pulau dewata, sudah dua tahun berturut-turut aku berpuasa di Bali, seperti biasa selalu jauh dari nuansa-nuansa bulan Ramadhan, tidak seperti di Lombok yang setiap merebot masjid, Mushalla menyampaikan pengumuman,,hallo-hallo Inak Amak semeton jari bareh Bian-bian taok te roah kembian jari ndak pade lupak jok masjid shalat terawih berjamaah, sak bini-bini jauk dulang endah” (hallo-hallo bapak/Ibu nanti sore kita akan roah kembian (bawa makanan ke Masjid untuk Ibu-Ibu dan makan bersama) dan jangan lupa mulai malam ini kita sholat teraweh berjamaah, dan ibu-ibu bawa dulang (semacam tempat makanan)” ya itulah kebinggeran yang selalu menjadi nuansa kami berpuasa di pulau lebih dari seribu Masjid Lombok. Malam hari anak-muda, tua laki-perempuan tadarrusan di masjid (membaca alquran bersama). Hal ini semakin mengingatkanku pada Lombok dan aku tidak dapatkan disini. Walau demikian, aku memiliki cara sendiri untuk merasakan itu, aku percaya bahwa ada yang lebih essensi dari semua yang berbau ceremonial, yaitu merubah maindset/cara berfikir, menuju Tadabbur Hati (merasakan sesuatu lebih tajam ketimbang kita mengucapkannya) ya tadabbur saja, toh pun sama dimana bumi kita pijak disana Tuhan selalu bersama kita.. Tadabbur harus dilakukan oleh semua Umat Islam untuk merasakan berpuasa itu dalam hati bukan hanya berhenti dari makan dan minum,,orang yang melakukan Tadabbur mereka akan bertannya,, Pernahkan aku merasakan kelaparan yang diderita oleh saudara-saudara saya yang memang tidak makan karena tidak ada makanan? Kita terus melakukan tadabbur pada diri kita, menajamkan mata bathin, memperhalus sukma yang setiap hari menerima keadaan yang berubah-rubah,,makanya puasa adalah lading menstabilkan semuanya… continued…

1 komentar:

Ahyar ros mengatakan...

luar biasa, inspiratif.