8.02.2018

TUAN GURU BAJANG (TGB) ON THE RIGHT TRACK !!...............?


Beberapa tulisan saya sebelumnya telah membicarakan tentang TGB. Dari membicarakan pandangan orang luar Lombok atas makna Bajang secara semantik hingga isu kata “tiko” yang saya tulis dari sudut pandang pragmatik. Tulisan saya kali ini ingin berbicara TGB on the right track tanda seru dan tanya. Pertanyaan utamanya adalah apakah TGB on the right track? Dari pertanyaan ini nanti kita bisa menemukan sebuah konseptualisasi bagaimana melihat TGB sebagai orang Sasak dan juga anak bangsa yang memiliki hak yang sama dengan anak bangsa lainnya untuk berdikari dan bersuara. Walaupun beliau dilahirkan pada bangsa sasak, tapi TGB sejatinya juga milik Indonesia. Hanya saja TGB salah Sasak mengandung (kata Dr. Salman Al-Farisi Dosen senior UPSI Malaysia). Ditengah gaya kepemimpinan TGB yang selalu menciptakan sense of belonging rasa memiliki dan saling percaya dan memotivasi atau dalam bahasa Warren Bennis, gaya kepemimpinan affiliative. Walau ada sebagian berpendapat bahwa gaya kepemimpinan yang dibutuhkan sekarang adalah gaya movement atau pendobrak yang melakukan gerakan-gerakan besar, gaya retorik yang hebat walau kadang kontroversial. Tetapi TGB berbeda memandang hal ini, bagi TGB cara-cara kontroversial itu adalah cara lama dan sekarang sudah tidak relevan lagi, karena sejatinya semua anak bangsa terus mengikuti perkembangan global/ melek IT dan harus didekati dengan pendekatan soft approach. Don Tapscott menyebutnya generasi net (net generation). Jika dulu pendekatannya analog, harus dengan mengangkat senjata berperang melawan penjajahan, sekarang tidak adalagi penjajahan secara fisik, hanya saja yang marak sekarang tirani ideologi yang memungkinkan kita tidak bisa berseberangan pandangan lalu darah di halalkan tidak ubahnya zaman halal lepang (Sasak term artinya, zaman kodok menjadi halal). Hipotesa bersama sahabat Indonesia diaspora ketika berdiskusi masalah bangsa melihat bahwa kegaduhan yang menari-nari hari ini di Indonesia murni berdasarkan kepentingan politik. Dengan menjadikan simbol-simbol agama sebagai manuver politik, mengkultuskan tokoh agama yang sesuai kepentingan politik. Ketika salah seorang menemukan ijtihadnya dan berbeda pandangan dan kepentingan politik, saat itu tokoh tersebut tak lagi dianggap pada jalan yang benar bahkan konon tidak mendapatkan hidayah maka tokoh itu dengan bersegera diabaikan. Dan hipotesa tersebut terbukti melalui sikap TGB bahwa puja-memuji hanya berdasarkan kepentingan bukan atas nama akal sehat, “anda sehat” (kata sahabat saya Mastur Sansoka salah seorang dosen di Lombok). Begitu juga sebaliknya pemikiran anti NKRI, anti Kbinekaan dan lain sebagainya yang terlempar tersemat pada kubu yang berseberangan. TGB hadir tidak ingin diantara dua konstelasi pembenaran tersebut, TGB hanya ingin menempatkan dirinya sebagai penyeimbang sosial (social equilibirium) ditengah-tengah ketidakberimbangan ini tetapi tentu keberimbangan bukan berarti tidak ada pilihan, karena punya sikap politik dan tidak punya sikap politik bukan berarti selalu tidak objektif, dan subjektif, tetapi bisa saja mereka yang apatis pada sikap politik ia sesungguhnya sedang bermain pada tingkat subjektivitasnya. TGB sebagai Gubernur termuda dua periode, hafizun Quran adalah sebuah entitas keperibadian yang lengkap. Berbicara seadanya, membalas sumpah serapah dengan senyum dan berhuznuzon adalah sikap TGB sebagai penyeimbang. Lantas masyarakat tercengang dan sadar bahwa polarisasi yang sangat masif hari ini bukan memperjuangkan agama tapi hanya memperjuangkan birahi politik. Kita harus open minded pada realita politik Indonesia yang biurlantur/oregade (ribut) dengan berbagai isu, sesungguhnya muaranya dari kepentingan dan telah menyulap kata-kata menjadi begitu liar yang keluar dari makom denotasinya, sehingga membersitkan konotasi-konotasi liar dan menjadi tontonan beberapa tahun terakhir ini dan masih menabuh genderangnya dimana-mana. Ditengah berbagai isu yang kontroversial tersebut, dan sengitnya kepentingan politik, nama TGB muncul tiba-tiba mendukung pertahana bapak Jokowi untuk bertarung dalam pilpres 2019. Dan tentu banyak yang gagap karena keputusan TGB yang diluar dugaan sebagian orang. Ada juga sebagian kocar-kacir karena selama ini TGB dijadikan sebagai kuda pacunya dan sekarang sudah tidak jinak lagi. Yang dulu memuja-muji kini sebaliknya. Dalam ruang seperti itu, tampak bahwa TGB hadir melawan kemapanan pemujanya dan orang yang mengelu-elukannya. Berbalik arus bah air bandang yang datang menyapu dan meluluh lantakkan kesonggongan. TGB telah menunjukkan dirinya memiliki kemapanan berpoitik dan tidak tergerus oleh koor dan apologi pemujanya. TGB memang ngoncer (mulai kelihatan) jadi pembicaraan nasional, terpampang namanya pada headline beberapa koran akbar dan sering di undang TV swasta ternama belakangan ini. Banyak yang tercengang melihat ketendehan atau kesantunan dan budi bahasa TGB yang menjadi magnet bagi mereka yang baru kenal. Ketendehan atau kesantunan yang beliau tunjukkan adalah kesantunan orang sasak yang selalu ramah dan tak cepat lupa terhadap budi baik orang, bahkan sikap orang sasak yang menahan lidahnya sendiri untuk kebaikan orang lain dan menahan diri mencibiri sesuatu yang ia tak suka demi menyelamatkan muka orang (face saving dalam teorinya Brown dan Levinson yang dipinjam dari Goffman). Begitulah cara orang Sasak menjaga keseimbangan dengan ketendehan. Motivasi ketendehan tersebut bagi manusia Sasak adalah kenderaan untuk penyelenggaraan keseimbangan sosial dan sebagai bentuk dukungan interpersonal untuk mengelakkan konfrontasi, meminjam bahasanya Prof. Mahyuni, menjadikan ketendehan sebagai gerakan sosial pembangunan (sosial capital). Dua layer diatas sedang diperankan oleh TGB, baik beliau sebagai penyeimbang (equilibirium) dan mengelakkan priksi-priksi (confilict avoidance) yang terjadi antara anak bangsa. Jika TGB berhasil dalam sikapnya maka TGB telah membuat sejarah baru tentang konseptualisasi identitas luar jawa yang tentu saja tidak jauh beda dengan daerah luar jawa lainnya menjadi subordinat dalam kepemimpinan nasional. Bak adigum “siapa yang mampu mempersunting dara betawi, dia sudah menguasai Indonesia”. Adigum ini tentu tidak lahir dalam fikiran yang hampa, tetapi ia adalah bentuk konseptualisasi fikiran yang telah memproduksi kognisi masyarakat dalam melihat dunianya. Sehingga kemudian konseptualisasi tersebut berangsur-angsur menjadi sistem, keyakinan dan politik kebudayaan. Jika TGB hadir hari ini mewakili identitas lokalnya yang mencesuar menjadi nasional adalah menjadi preseden buruk dalam sejarah generasi entitas masyarakat pinggiran, jika abai dan mengercitkan dahi sambil menundukkan pandangan tak bersuara untuk TGB. Maka tetaplah menjadi bagian subordinat alias panjak selaek-lecek (selamanya) karena tidak peka menerjemahkan arah angin yang bertiup mendekat yang seolah-olah mengatakan “ayo saatnya mengukir politik kebudayaan kita. (Kalah sik dengan toak laek [orang tua dulu] cukup menerjemahkan pergantian musim dari hembusan angin dan dari hitungan bintang di langit). Maka TGB on the right track? TGB telah memantik daya imagi teritori yang selama ini tak terdengar dan laku suaranya. TGB sebagai simbol space identitas untuk memberikan alarm agar tak terus bermental second hand alias slaver. Jika gerakan creative minority ini masif dan terus bersumber dari entitas-entitas kecil, maka tak akan terdengarlah ‘politik apabila’, yaitu apabila menguntungkan diakomodasi, apalagi tak menguntungkan dalam kalkulasi politik diabaikan, ‘kognisi politik apabila’ yang dimetaforkan bagi entitas yang tak memiliki kesadaran politik kebudayaan. TGB on the right track, tetapi, kita juga mesti memperhatikan in the right direction yaitu tujuan yang tepat, sebab on the right track saja tidak cukup, mesti merapikan tujuan yang jelas sehingga kita bisa mengatur on the right speed untuk mengayuh lebih cepat agar mencapai tujuan yang hebat. Dan ketiganya itu harus masuk dalam on the rigth secure dan safety agar aman sampai tujuan. Karena gerbong kapal yang dibawa mesti dipastikan tidak ada kebocoran dengan demikian penumpangya selamat sampai ketepian dengan kecepatan maksimal. So,, apakah TGB on the right track?. Tabek wallar,

Read More......

2.13.2017

DONALD TRUMP DAN DAMPAK POLITIKNYA UNTUK INDONESIA

Dalam pandangan Donald Trump dan para pembatunya, bahwa semua umat Islam itu ektremis dan memiliki potensi menjadi teroris oleh karenanya dapat mengancam keberadaan Amerika kedepan. Walaupun faktanya bahwa banyak Muslim yang berjuang dan rela mati untuk Amerika dan sudah memberikan konstribusi yang banyak untuk ekonomi Amerika. Tetapi Trump membisu, ketika fakta itu disuguhkan. Sejatinya yang menjadi ektrimis dan teroris adalah non-muslim yang dibuat oleh Amerika sendiri satu contoh ketika jamaah masjid Quebec City di Kanada diserang secara berutal pada minggu, 29 Januari 2017, dan menewaskan kalangan umat Islam, tidak ada yang bersuara lantang bahwa itu teroris, bahkan dalam berita CNN tanggal 31 Januari 2017, tidak menyebut kejadian tersebut sebagai perbuatan teroris namun CNN memberi istilah “Lone worf” atau serangan serigala. Ironi bukan? Memang harus diakui bahwa dulu dan bahkan sekarang ketika Trump sudah diambil sumpahnya sebagai orang nomor satu di Amerika, benih-benih SARA itu kembali menggelinding. Sebagian masyarakat Amerika khususnya warga berkulit putih menganggap bahwa rasisme menjadi sematan bagi warga berkulit hitam, dan mereka yang berkulit hitam adalah biang keladai dari bangsa pemerkosa, perampok, dan pemicu kriminal. Sehingga muncullah gerakan kesetaraan dan menghapus penamaan terhadap warga kulit hitam tersebut dari Martin Luther King dan Nelson Mandela, yang mematahkan dan membendung isu-isu negative terhadap bangsa hitam, mereka bisa membuktikan bahwa bangsa hitam bukan seperti yang mereka anggap dan mereka sadar bahwa itu salah dan tidak berasalan diberikan sematan penamaan demikian. Hingga akhirnya, Tepat 2008, ketika Barack Obama terpilih menjadi presiden, nampaknya pandagan-pandagan mulai berubah lebih baik terhadap warga minoritas dan kaum Muslim. Akan tetapi ketika Donald Trump diambil sumpahnya pada tanggal 20 Januari 2017, semuanya berubaah drastis, dimana Umat Islam sebagai minoritas disana menjadi huatir, bahkan orang Indoneisa yang sedang berada disana baik yang bekerja atau sebagai pelajar dan mahasiswa menjadi tidak tenang dengan kebijakan bombastis Trump di awal pemerintahannya, karena Trump mengangap kaum minoritas khususnya umat Islam sebagai penyakit social yang harus dibatasi bahkan diberangus dari Amerika. Kalau dilihat ke belakang dan membuka sejarah kelam Jerman misalnya, maka 27 Januari 2017 adalah kelahiran Adolf Hitler baru bernama Donald Trump, yang memiliki sifat yang mirip dalam hal tertentu. Kalau Trump akan memberangus sedikit demi sedikit Umat Islam beda objek dengan Hitler yang memberangus Yahudi pada masa itu. Tetapi ada beberapa Islamopobia yang masih mendukung Trump karena beberapa alasan, seperti, dia baru saja mengambil sumpah sebagai Presiden oleh karena itu harus diberikan kesempatan untuk memenuhi janjinya. Memang benar bahwa Trump telah memenuhi beberapa janji kampanyenya antara lain moratorium izin imigrasi Negara-Negara yang mayoritas Islam. Terpilih menjadi presiden US bukan berarti dia bisa sewenang-wenang melakukan yang tidak sesuai dengan konstitusi yang tidak adil atau menindas kaum minoritas. Adolf Hitler terpilih menjadi konseler Jerman tahun 1933, dan Hitler telah benar-benar memenuhi janjinya dengan membasmi 6 juta orang Yahudi. Mungkin sebagian orang Amerika berpendapat bahwa apa yang dilakukan Trump saat ini adalah agar demokrasi berjalan, tetapi ini bertentantangan dengan demokrasi yang sebenarnya, dimana ada check and balance didalamnya bukan melakukan penindasan terhadap kaum minoritas, inilah saatnya kehancuran demokrasi Amerika yang mendewa-dewakan kesataraan, tetapi bertolak belakang dengan kenyataan. Buktinya, Trump telah mengeluarkan larangan ke tujuh Negara mayoritas umat islam. Keputusan inilah yang tampaknya yang paling kontroversial dari Trump sejauh ini, hal tersebut diakui oleh penduduk Amerika sendiri, para diplomatnya dan Negara Negara bagian. Bukan hanya itu lebih dari 100 perusahan teknologi menentang seperti, Google, facebook, apple, Microsoft, Twitter, E bay, Uber, Dll. karena perusahan tersebut memiliki para pekerja professional dari kalangan muslim yang telah memberikan kontribusi pada perkembangan perusahaannya. Trump dan konco-konconya telah luar biasa puyeng dan dihantui oleh fikirannya sendiri untuk membendung Amerika aman dari teroris, sehingga para pembantu Trump membuat slogan ‘alternative facts' atau fakta alternatif, ini adalah istilah baru kebohongan oleh para pembantu Presiden. Agar immigrant dari Negara-negara muslim tidak bisa masuk ke Amerika. Trump telah dikutuk bahkan oleh mantan presiden Barak Obama, bahwa yang dilakukan Trump ini tidak konstitusional dan tidak sesuai dengan misi dari PBB. Salah satu contohnya  Trump mendukung pemukiman illegal Israel di tepi barat untuk diduduki, yang seluruh dunia bahkan presiden sebelumnya mengacam hal tersebut, karena akan menghambat perdamaian antara Israel dan Palestina.  Trump juga keterlaluan dengan idenya akan memindahkan kedutaan Amerika dari Tel Aviv ke Yerusalem. Jelas ini merupakan ancaman terhadap upaya solusi dua Negara untuk menyelesaikan konflik antara Israel dan Palestina. dan akan memicu kekerasan baru di Timur Tengah, sebab masyarakat Internasional, termasuk Amerika telah mengakui bahwa Tel Aviv sebagai ibu kota Israel dan semua kedutaan Asing berada di kota ini. Dan kelihatannya Trump juga bersi kekeh dengan strategi global anti-muslimnya. Hal inilah yang membuat popularitas Trump menjadi 44% merupakan rating terendah untuk seorang presiden baru dalam sejarah Amerika. Ini adalah pertanda baik bahwa rakyat Amerika tidak terpengaruh oleh agitasi fantastic dari Trump. Memang Trump telah membatasi tujuh Negara mayoritas muslim untuk masuk ke Amerika, yaitu Iran, Irak, Libia, Somalia, Sudan, Suriah, dan Yaman. Tetapi jika dia mendapatkan angina segar maka dia bisa memperpanjang larangan yang mencakup semua mayoritas muslim lainnya, termasuk juga Indonesia, jika hal tersebut terjadi maka umat Islam bahkan non-muslim juga akan dilarang masuk ke Indonesia. Banyak warga Indonesia berfikir, bahwa tindakan Trump sejauh ini tidak mempengaruhi Negara kita, bahkan ada juga dari kalangan non-muslim merasa kebijakan Trump tidak akan mempengaruhi mereka, pandangan ini jelas keliru, trump hanya baru mulai gendrang pertarungannya dengan beberapa Negara Muslim saja, dan tidak mustahil Indonesia sebagai mayoritas muslim juga menjadi bidikan Trump pada waktu akan datang. Wallohua’lam Bissawab.

Read More......

1.06.2017

PARADOKS DUA RIBU TUJUH BELAS


Arnold P. Toynbee, sejarawan yang dikenal dengan teori : Challege and Response, dalam bukunya the history of mankind, mengatakan, " setiap bangsa pada suatu saat dalam perjalanan sejarahnya akan menghadapi suatu tantangan yang begitu besar bahkan akan menggancam eksistensinya. Terserah pada bangsa itu untuk mengatasi tantangan yang datang itu, bangsa ini akan tenggelam dalam lintasan sejarah bila gagal menjawab tantangan tersebut dan menjadi bangsa yang datangnya tidak mengenapkan, perginya pun tidak mengganjilkan. Atau bila berhasil, maka bangsa ini akan menjadi bangsa yang kehadirannya akan diperhitungkan".
Genderang pergantian tahun 2016 Ke 2017 sudah mulai ditabuh, suaranya hingga menembus pelosok-pelosok desa. Pesta demokrasi disebagian desa di NTB juga sedang, akan, dan ada yang sudah berlalu, bagi yang “sedang” dan “akan” tentu segala janji kampaye menjadi pembicaraan alias pelagak lekong belah yang renyah dibincangkan sehari hari. Bagi yang sudah berlalu, tentu hanya menyisakan kekecewaan-kekecewaan akibat kekalahan jagoan mereka. Para elite politik papan atas juga membangun manifesto-manifesto gerakan untuk 2017 sebagai starting point dari gerakan yang lebih besar pada tahun berikutnya.  Ikrar Nusa Bhakti mengatakan "jika kita tidak berhasil mengonsilidasikan demokrasi kita pada 2014, indonesia bukan hanya menjadi negara gagal pada 2024, melainkan bisa juga menjadi Negara yang roboh dan hancur berkeping-keping pada 2050. hal tersebut kemungkinan bisa terjadi, jika para elite politik dibiarkan, atau masyarakat melakukan pembiaran terhadap kezaliman yang mengangga didepan kita. Sehingga tentu saja generasi muda bangsa ini harus menjadi menjadi agent of control dan agent of social equilibrium, sebab kita tidak tidak ingin Indonesia kelak hanya tinggal dipeta-peta, atau kita bisa meraih mimpi 2050 sebagai golden period dari bangsa Indonesia. Tetapi kita harus optimis hal tersebut bisa diraih, sebab negara yang kini menjadi Adidaya, sudah mulai ketakutan, kropos dan tidak bisa diharapkan dimasa depan, roda itu berputar; dari atas menuju ke bawah, era mendatang adalah peluang emas Indonesia. Indonesia memang dielu-elukan tetapi Indonesia adalah masa depan, walau Paradoks tentang Indonesia masih mendarah daging seperti: "Kita kaya tapi miskin (Kekayaan SDA melimpah, tapi miskin penghasilan). Kita besar tapi kerdil (amat besar wilayah & penduduknya, tapi kerdil dalam produktivitas dan daya saing) . Kita kuat tapi lemah (kuat dalam anarkisme, lemah dalam tantangan global). Kita indah tapi buruk (indah dalam potensi dan prospeknya, namun buruk dalam pengelolaannya) mengapa masih terjadi paradoxial? Karena bangsa ini terkena penyakit orientasi. seperti yang diungkap Mantan Wakil Presiden RI Bacharudin Yusuf Habibie. Beliau menyampaikan bahwa "kita lebih mengandalkan SDA ketimbang SDM, Kita lebih berorientasi jangka pendek daripada jangka panjang, Kita lebih mengutamakan citra daripada karya nyata, Kita lebih melirik makro daripada mikro , Kita lebih mengandalkan cost added daripada value added, Kita lebih berorientasi pada neraca pembayaran dan perdagangan daripada neraca jam kerja, Kita lebih menyukai jalan pintas (korupsi, kolusi, penyelewengan dsb) daripada kejujuran dan kebajikan, Kita lebih menganggap jabatan (power) sebagai tujuan daripada sebagai sarana untuk mencapai tujuan (power centered rather than accountable /amanah). Jika kita mampu menghilangkan penyakit orientasi tersebut maka tunggu apa yang akan terjadi "itu" (meminjam bahasa Mario Teguh dalam golden way). Rakyat Indonesia akan menjadi tuan di negaranya sendiri dan Indonesia emas 2020 yang menjadi visi besar yang emban oleh para pendekar ESQ 165 dan seluruh rakyat Indonesia akan menjadi kenyataan. Indonesia emas mengisyarakatkan kesuksesan menyelesaikan masalah pada berbagai ranah kehidupan, Indonesia yang bangkit dari segala ketertinggalan. hal tersebut akan tercapai bila penyakit orientasi diatas mampu diluluh lantakkan. Untuk mencapai itu, pentingya sebuah paradigm baru serta hadirya sosok pemimpin baru sebagai nahkoda yang akan membawa bahtera yang bernama Indonesia ini ketepian kemajuan. Menurut Anies Baswedan, pemimpin bukan soal kecerdasan, kharisma, komunikasi, tampilan dan segala macam atribut yang biasa dilettakan pada figure pemimpin. Disebut pemimpin atau tidak adalah soal ada tidaknya yang mengikuti. Dalam rumusan sederhana pemimpin adalah soal pengakuan dari yang dipimpin. Seorang diakui sebagai pemimpin bila kepadanya diberikan kepercayaan. Sehingga dalam rumusan sederhana Baswedan mengungkapkan, pemimpin adalah orang yang diikuti kata-kata dan perbuatannya. Diikuti karena dipercaya, karena kepercayaan adalah kombinasi dari kompetensi, integritas dan kedekatan. Ketiga faktor ini meningkatkan tingkat kepercayaan. Pemimpin harus menjadi pemimpi, sebab pemimpin yang mampu mengabungkan mimpi menjadi realita bisa disebut sebagai pemimpin. Lalu peminpin juga selalu disorot, pemimpin harus siap menerima pujian dan kritikan, jika tidak mau dikritik jangan bermimpi jadi pemimpin, pemimpin yang tidak terbang ketika dipuji dan tidak tumbang ketika dicaci itulah pemimpin harapan kita, seorang pemimpin yang setiap hari diterpa keadaan sulit, jatuh dan mampu bangkit kembali (top and down) inilah pemimpin masa depan. dan pemimpin yang kita impikan adalah pemimpin yang tidak gila penghormatan tapi menjaga kehormatan. Mudah mendapatkan penghoramantan pada zaman ini, karena bisa dibeli dan dipanggungkan, sementara penghormatan itu bukan diperjual belikan, seorang peminpin yang gagasannya terhormat maka dengan sendiri dia akan mendapatkan kehormatan. "penghormatan itu foto sedangkan wajah adalah karakter, penghormatan itu bertahan seperti jamur, sedangkan karakter hidup selamanya, penghormatan itu apa yang orang katakan tentang kita diatas batu nisan, sementara karakter apa yang orang katakan tentang kita pada masa mendatang dan hidup selamanya". Maka sebagai manifesto gerakan 2017, pemimpin harus memiliki mimpi, nyali yang besar, karakter yang kokoh dan pemimpin yang berintegritas. Indonesia membutuhkan pemimpin yang berani menegakkan integritas, berani perangi jual beli kebijakan dan jabatan, dan pemimpin yang berani pasang badan ketika rakyat dijarah oleh mereka yang memiliki jaringan. Bukan pemimpin yang diam ketika rakyat didera, lembek saat Negara dilecehkan, seorang pemimpin yang tidak membiarkan secuilpun rakyat dicendrai oleh siapapun. Pemimpin harus mampu menghadirkan suasana yang harmonies, pemimpin sebagai dirgen dalam pertunjukan orchestra sehingga musik yang dimainkan memiliki jiwa-nya, pemimpin hadir dengan Suasana memberikan arah, membawa misi dan menelurkannya pada rakyat. Dan yang kita butuhkan adalah pemimpin yang berorientasi pada gerakan, pendekatannya movement bukan programmatik sehingga semua merasa terpanggil untuk terlibat. Kita memerlukan pemimpin yang menginspirasi, membukakan perspektif baru, menyodorkan kesadaran baru dan menyalakan harapan jadi lebih terang. Indonesia yang lebih baik adalah harapan kita semua pada 2017.
 


Read More......

11.08.2016

TIMBAL BALIK DAN UMPAN BALIK OPINI LIGA SANTRI NUSANTARA




Read More......

2.02.2015

STUDI BUDAYA PRODI BAHASA INGGRIS FKIP UGR DI DESA ADAT SADE

Minggu, 25 Januari 2015

Fakultas keguruan dal Ilmu pendidikan (FKIP UGR) Prodi bahasa Inggris melaksanakan Studi Budaya di Desa Sade Lombok Tengah, yang diikuti oleh 25 Mahasiswa dan didampingi oleh 2 Dosen. Tujuan pelaksanaan kegiatan tersebut untuk menyelesaikan tugas mata kuliah english for tourism. selain itu, kegiatan tersebut sebagai ajang memetakan dan merencanakan promosi pariwisata di Nusa tenggara Barat. dalam kegiatan tersebut mahasiswa sudah disiapkan dengan instrumen yang akan diisi sesuai kondisi lapangan yang ditemukan, sehingga dari data yang didapat mahasiswa mampu memberikan solusi yang solutif untuk pembenahan destinasi wisata di Nusa Tenggara Barat. setelah pelaksanaan studi budaya ini, Mahasiswa berkewajiban untuk mempublikasikan objek wisata yang dikunjungi kedalam blog pribadi mahasiswa.

Read More......

1.12.2014

Menatap Masa Depan Indonesia

Gendrang pergantian tahun sudah ditabuh, suaranya hingga pelosok-pelosok desa, membuat orang diam berani bicara, orang pengecut berani berteriak, dan mereka yang sedang tidur langsung terjaga, lalu mereka mulai berdandan, mengatur ritme dan strategi untuk menyonsong tahun baru 2014 dengan kemungkinan-kemungkinan yang sulit ditafsir. Sebab pada 2014 Indonesia akan melaksanakan seabrek gawe besar yaitu pemilu presiden dan legislative. Pemilu 2014 tinggal menghitung bulan, tetapi disisi lain kita masih disibukkan dengan kecurangan kecurangan pemilu sebelumnya, lalu apakah kita siap melaksanakan pemilu berikutnya?,kekisruhan pemilu itu juga diurus dan diselesaikan oleh mereka yang bermasalah dan korup, dan lebih parah lagi Institusi yang bernama Mahkamah Konstitusi yang menjadi sandaran terakhir dari semua proses hukum di Indonesia, malah ketuanya yang ditangkap tangan oleh KPK, lalu kemana pelabuhan terakhir untuk mengadu? Seolah olah “menyelasaikan masalah dengan masalah baru.” Pertarungan yang tak wajar para elite politik dalam meraih kekuasaan serta korupsi oleh para kader partai yang berada dipemerintahan, sehinga ini menjadi cermin buram untuk pemilu berikutnya, maka wajar Ikrar Nusa Bhakti (professor riset bidang intermestic affairs-LIPI) mengatakan ”jika kita tidak berhasil mengonsilidasikan demokrasi kita pada 2014, indonesia bukan hanya menjadi negara gagal pada 2024, melainkan bisa juga menjadi Negara yang roboh dan hancur berkeping-keping pada 2050. Dan sejalan menarik juga apa yang disinyalir oleh, Arnold P. Toynbee, sejarawan yang dikenal dengan teori : Challege and Response, dalam bukunya the history of mankind kurang lebih mengatakan, “ setiap bangsa pada suatu saat dalam perjalanan sejarahnya akan menghadapi suatu tantangan yang begitu besar bahkan akan menggancam eksistensinya. Terserah pada bangsa itu untuk mengatasi tantangan yang datang itu, bangsa ini akan tenggelam dalam lintasan sejarah bila gagal menjawab tantangan tersebut dan menjadi bangsa yang datangnya tidak mengenapkan, perginya pun tidak mengganjilkan. Atau bila berhasil, maka bangsa ini akan menjadi bangsa yang kehadirannya akan diperhitungkan”. Tentu saja, hal tersebut tidak bisa ditentukan oleh para elite politik saja, melainkan pada kita semua generasi akan datang sebagai pemilik bangsa ini, apakah kita menginginkan Indonesia hanya tinggal dipeta-peta, atau kita akan meraih mimpi 2050 sebagai golden period bangsa seperti yang ditafsirkan oleh para ahli. Tetapi dengan optimis hal tersebut bisa kita raih. Sebab negara yang kini maju, sudah tidak bisa diharapkan dimasa depan, roda itu berputar; dari atas menuju ke bawah, era mendatang adalah kesempatan Indonesia sebab tidak ada lagi dalam daftar negara adidaya dimasa depan seperti Jepang, Amerika, German, UK. Indonesia memang masa depan, walau Paradoks tentang Indonesia masih mendarah daging seperti: “Kita kaya tapi miskin (Kekayaan SDA melimpah, tapi miskin penghasilan) . Kita besar tapi kerdil (amat besar wilayah & penduduknya, tapi kerdil dalam produktivitas dan daya saing) . Kita kuat tapi lemah (kuat dalam anarkisme, lemah dalam tantangan global). Kita indah tapi buruk (indah dalam potensi dan prospeknya, namun buruk dalam pengelolaannya) mengapa masih terjadi paradoxial? Karena bangsa ini terkena penyakit orientasi. seperti yang diungkap Mantan Wakil Presiden RI Bacharudin Yusuf Habibie. Beliau menyampaikan bahwa “kita lebih mengandalkan SDA ketimbang SDM, Kita lebih berorientasi jangka pendek daripada jangka panjang, Kita lebih mengutamakan citra daripada karya nyata, Kita lebih melirik makro daripada mikro , Kita lebih mengandalkan cost added daripada value added, Kita lebih berorientasi pada neraca pembayaran dan perdagangan daripada neraca jam kerja, Kita lebih menyukai jalan pintas (korupsi, kolusi, penyelewengan dsb) daripada kejujuran dan kebajikan, Kita lebih menganggap jabatan (power) sebagai tujuan daripada sebagai sarana untuk mencapai tujuan (power centered rather than accountable /amanah). Jika kita mampu menghilangkan penyakit orientasi tersebut maka tunggu apa yang akan terjadi “itu” (meminjam bahasa Mario Teguh dalam golden way). Rakyat Indonesia akan menjadi tuan di negaranya sendiri dan Indonesia emas 2020 yang menjadi visi besar yang emban oleh para pendekar ESQ 165 dan seluruh rakyat Indonesia akan menjadi kenyataan. Indonesia emas mengisyarakatkan kesuksesan menyelesaikan masalah pada berbagai ranah kehidupan, Indonesia yang bangkit dari segala ketertinggalan. hal tersebut akan tercapai bila penyakit orientasi diatas mampu diluluh lantakan. Untuk mencapi itu, pentingya sebuah paradigm baru serta hadirya sosok pemimpin baru sebagai nahkoda yang akan membawa bahtera yang bernama Indonesia ini ketepian kemajuan. Menurut Anies Baswedan, pemimpin bukan soal kecerdasan, kharisma, komunikasi, tampilan dan segala macam atribut yang biasa dilettakan pada figure pemimpin. Disebut pemimpin atau tidak adalah soal ada tidaknya yang mengikuti. Dalam rumusan sederhana pemimpin adalah soal pengakuan dari yang dipimpin. Seorang diakui sebagai pemimpin bila kepadanya diberikan kepercayaan. Sehingga dalam rumusan sederhana Baswedan mengungkapkan, pemimpin adalah orang yang diikuti kata-kata dan perbuatannya. Diikuti karena dipercaya, karena kepercayaan adalah kombinasi dari kompetensi, integritas dan kedekatan. Ketiga faktor ini meningkatkan tingkat kepercayaan. Pemimpin harus menjadi pemimpi, sebab pemimpin yang mampu mengabungkan mimpi menjadi realita bisa disebut sebagai pemimpin. Lalu peminpin juga selalu disorot, pemimpin harus siap menerima pujian dan kritikan, jika tidak mau dikritik jangan bermimpi jadi pemimpin, pemimpin yang tidak terbang ketika dipuji dan tidak tumbang ketika dicaci itulah pemimpin harapan kita, seorang pemimpin yang setiap hari diterpa keadaan sulit, jatuh dan mampu bangkit kembali (top and down) inilah pemimpin masa depan. dan pemimpin yang kita impikan adalah pemimpin yang tidak gila penghormatan tapi menjaga kehormatan. Mudah mendapatkan penghoramantan pada zaman ini, karena bisa dibeli dan dipanggungkan, sementara penghormatan itu bukan diperjual belikan, seorang peminpin yang gagasannya terhormat maka dengan sendiri dia akan mendapatkan kehormatan. “penghormatan itu foto sedangkan wajah adalah karakter, penghormatan itu bertahan seperti jamur, sedangkan karakter hidup selamanya, penghormatan itu apa yang orang katakan tentang kita diatas batu nisan, sementara karakter apa yang orang katakan tentang kita pada masa mendatang dan hidup selamanya”. Maka sebagai manifesto gerakan tahun 2014, pemimpin harus memiliki mimpi, nyali yang besar, karakter yang kokoh dan pemimpin yang berintegritas. Indonesia membutuhkan pemimpin yang berani menegakkan integritas, berani perangi jual beli kebijakan dan jabatan, dan pemimpin yang berani pasang badan ketika rakyat dijarah oleh mereka yang memiliki jaringan. Bukan pemimpin yang diam ketika rakyat didera, lembek saat Negara dilecehkan, seorang pemimpin yang tidak membiarkan secuilpun rakyat dicendrai oleh siapapun. Pemimpin harus mampu menghadirkan suasana yang harmonies, pemimpin sebagai dirgen dalam pertunjukan orchestra sehingga musik yang dimainkan memiliki jiwa-nya, pemimpin hadir dengan Suasana memberikan arah, membawa misi dan menelurkannya pada rakyat. Dan yang kita butuhkan adalah pemimpin yang berorientasi pada gerakan, pendekatannya movement bukan programmatic sehingga semua merasa terpanggil untuk terlibat. Kita memerlukan pemimpin yang menginspirasi, membukakan perspektif baru, menyodorkan kesadaran baru dan menyalakan harapan jadi lebih terang. Oleh karena itu, apapun posisi dan jabatan kita hari ini, mulailah menjadi aktor bukan penonton sehingga kita bisa melihat masa depan Indonesia yang lebih baik. Wassalam.  

Read More......

7.20.2013

Presiden Uruguay Tidak Mengenal Nabi Muhammad SAW

Jose yang nama lengkapnya Jose Alberto Mujica Cordano barangkali ia tidak pernah membaca sejarah Nabi Muhammad SAW, apalagi mengenal beliau, tetapi kepemimpinan dan kesederhanaannya seolah menteladani Rasullalloh, bagaimana tidak seorang yang menjadi nomor satu di Uruguay tinggal disebuah perkampungan pertanian (farmhouse) yang jauh dari kota. Pepe panggilan akrab teman-temannya menolak tinggal dirumah dinasnya di Montevideo ibu kota Uruguay. bahkan ia menyumbangkan 90 persen gajinya setiap bulan yaitu, 12.000 dollar AS atau hampir Rp 120 juta untuk berbagai kegiatan amal.
Sehingga, Presiden Uruguay ini disebut sebagai presiden termiskin di dunia, tetapi dengan sangat filosofis ia menjawab semua pemberitaan terhadap dirinya ‘” saya disebut presiden termiskin didunia, tetapi saya tidak merasa miskin, orang miskin adalah mereka yang bekerja untuk menjaga gaya hidup mewahnya dan selalu menginginkan lebih”
“ini adalah masalah kebebasan, jika anda tidak memiliki banyak barang maka anda tak perlu bekerja keras dan mempertahankannya dan bekerja seumur hidup layaknya budak, dengan seperti ini anda lebih banyak waktu untuk diri sendiri”
Potret pemimpin seperti Jose ini sangat langka didunia, apalagi di Indonesia yang seharusnya meniru keperibadian Rasullalloh karena mayoritas rakyatnya beragama Islam, sederhana bukan berarti tidak menglobal cara berfikir dan berbuat, seperti Sang Rasul kesederhanaan dan sama kata dan perbuatan beliaulah yang mengetarkan dunia,. sehingga tidak terlalu berlebihan kalau dikatakan Jose menteladani Nabi Muhammad walau ia sendiri tak pernah membaca sejarah kerasulan beliau, tetapi potret yang ditampilkan Jose memiliki ruh yang sama dengan ajaran Nabi Muhammad SAW yaitu Islam.
banyak pernyataan klise tentang kehidupan Jose Presiden Uruguay yang satu ini,” cari-cari popularitaslah” dan pernyataan lainnya, apalagi dunia yang dijalani oleh Jose adalah dunia politik tidak bisa dinapikan pasti ada yang pro dan kontra. terlepas dari semua itu, Khalifah umat Islam keempat menyatakan ” kebenaran yang dicari kemudian salah tidaklah sama dengan kebatilan yang dicari kemudian kita mendapatkannya” (Ali Bin Abi Tholib)
Sekarang bagaimana pemimpin di Negeri yang bernama Indonesia? tentu saja sulit mencari Jose berikutnya. tetapi bangsa ini harus optimis suatu saat kita akan menemukan pemimpin yang bisa diteladani oleh rakyatnya karena dunia ini terus berputar “zero to hero”

Read More......