Oleh : H. Jalauddin Arzaki.
(pada waktu pelatihan penagrusutamaan hak anak dan partisipasi dalam persfektif budaya local "mainstreaming Children Right and children partisipation" di Jayakarta hotel)
Pitue :
Inaq Amaq semeton jari
Inget-inget leq dunie pacau ngaji sanget-sanget
Ite sine maraq misal leq segare
Pelih entan piriq layar kesengsare
Ite Sine maraq misal belabu jukung
Pelih entan tumpah belah bejerungkung
I. Kearifan Lokal (Local Wisdom) dari komunitas Sasak dalam mengajar dan mendidik anak dimulai saat pra lahir atau pre natal sampai anak mencapai umur dewasa sampai memasuki rumah tangga. Budaya lokal Sasak seperti ini dilakukan secara turun temurun dan diaplikasikan sesuai dengan tuntutan kepercayaan lokal masyarakat sasak.
II. Pengarus utamaan hak dan partisipasi anak akan menjadi berbeda ketika orang sasak pra Islam mengadakan upacara adat dibanding dengan adat yang berlaku setelah menjadi pemeluk Islam. Dalam mendudukkan adat budaya ( ngelinggihan adat) orang-orang sasak sangat tertib dalam melakukannya dalam suatu proses yang disebut “lindi adat”.
III. Secara berurutan berdasarkan lindi adat (runut proses adat) upacara daur hidup berkaitan dengan pengarus utamaan hak anak dimulai dari : Adat Pre natal dan adat paska natal. Secara runut dapat dikemukakan sebagai berikut :
A. Adat daur hidup Pre-Natal : Semasa anak dalam kandungan seorang ibu, banyak sekali larangan-larangan yang sifatnya psikologi educative yang dilakukan secara spiritual dan moral agama diberlakukan terhadap seorang ibu yang mengandung anaknya dan juga petunjuk larangan atau anjuran yang diberlakukan bagi seorang ayah. Seorang ibu dan Bapak semasa kehamilan dipanggil Amaq dan Inaq Tebon ( Tebon; Panjang rambut) dimana calon kedua orang tua itu dipantangkan untuk mencukur rambutnya ( dibiarkan gondrong bagi calon ayah) dan bagi perempuan tidak boleh dipotong dibiarkan menjurai dikeramasi dengan santan bercampur abu pangkal buah padi kentan yang sudah ditumbuk (sasak: Joman)., maksudnya agar sang anak kelak berpenampilan bersih dan teratur. Campuran air santan itu dijadikan bedak kramas pada ibu yang sedang mengandung dapat dilakukan sekurang-kurangnya sekali seminggu pada setiap jumat pagi. Larangan lain bagi calon orang tua anak itu baik ayah maupun ibunya ialah tidak boleh memaki-maki, tidak boleh membunuh binantang yang dianggap kramat di rumah dan binatamng peliharaan, tidak boleh bergosip dan mencela orang lain. Justru kegiatan yang dianjurkan adalah berkata yang baik, tidak memaki dan mencela. Tidak boleh mnertawakan / mencela orang yang punya cacat fisik meskipun kenytaaan sebenarnya demikian. Laki-laki tidak boleh memotong binatang ternak agar kelak anak yang dilahirkan memiliki belas kasihan pada sesama dan mahluk ciptaan Tuhan lainnya. Makna semua larangan tersebut adalah untuk membersihkan hati agar anak yang lahir berhati nurani yang baik. Secara umum aura ( inner beuty) atau “melik” sudah mulai dididikkan semenjak anak dalam kandungan Selanjutnya secara lahiriah semua prilaku mendidik pada masa pre-natal diwujudkan dalam upacara adat daur hidup yang disebut dengan yang dalam bahasa Jawa disebut “ mitoni”. Upacara adat ini diadakan setelah memasuki bulan ketujuh sejak tidak mengalami ( sasak : mandeg ).
B. Upacara Adat Saat Melahirkan : Menjelang anak akan lahir sesudah kandungan memasuki kandungan ke 9 si ibu tidak boleh melakukan kegiatan yang berat, bahkan melakukan kegiatan dapurpun dikurangi, agar sang ibu benar-benar siap menghadapi tugas berat melahirkan. Sang ibu juga memakai remapah-rempah; beras-kunyit-daun jeruk nipis dan sekuh untuk belangir (sasak: beboreh) agar kondisinya tetap sehat. Sementara si suami disarankan untuk memperbanyak sedekah, walaupun sekedar serabi (jajan tepung beras) sebagai simbul dari sedekah yang paling kecil dari orang yang tidak mampu. Hal ini dimaksudkan agar anak kelak memiliki rasa kasih sanyang kepada sesama. Menjelang bayi akan keluar diminta bantuan seorang belian nganak / dukun melahirkan (laki/perempuan) obat-obat penyejuk dan pelancar melahirkan berupa air suci yang didoakan dengan mantra Sasak. Ketika anak keluar dari perut ibunya : si anak langsung dipeluk oleh ibu dan bapaknya agar darahnya menyatu dengan badan kedua orang tuanya agar sang anak menyayangi orang tuanya, setelah itu baru keluarga yang lain. Setelah itu baru dimandikan oleh sang dukun. Begitulah cara mengingikat kasih sayang. Khusus bagi keluarga yang mampu setelah sang bayi dibersihkan dipakaikan pakaian dengan rapi dibuat rowah syukuran mengundang keluarga dekat dengan hidangan sederhana. Sebelum sang bayi mengenal makanan yang lain di haruskan disusui oleh ibunya , makanan pertama diberikan adalah nasi “papak” yang dikunyah oleh ibunya sendiri, baru setelah itu bayi dikasi makan dari pisang yang digiling halus.
C. Upacara Adat Daur Hidup Paska Kelahiran :
1. Upacara menanam ari-ari ( nalet adik –kakak ). Acara ini dilaksanakan setelah ari-ari bayi terpotong dengan menggunakan pisau dari bambu yang diambil dari para-para ( sasak :edas tereng ) . Edas tereng tersebut dianggap telah steril karena setiap hari mendapat asap dari tungku dapur. Biasanya ari-ari yang dipotong dengan edas tidak menimbulkan penyakit “ tetanus”. Ari-ari yang ditanam harus ditanam dipelataran rumah serambi depan. Setelah ditanam diatas gundukan diatarukkan batu lalu dikurung dengan kurungan ayam. Diatas dibatu dinyalakan lampu agara anak kelak memiliki hati yang terang dan setia (sasak: isah). Lampu dinyalakan sampai dengan upacara medak api atau buang au sekurang-kurangnya pada hari kesembilan setelah dilahirkan.
2. Upacara daur Hidup Medak Api atau Buang Au. Upacara ini dilaksanakan sekurang-kurangnya sejak sembilan hari sejak kelahiran bayi dengan mengadakan acara keramas bersama, ibu si bayi dengan ibu-ibu keluarga dan tetangga terdekat dengan hitungan ganjil. Kegiatan ini juga disebut medak api karena pada saat itu mereka membakar joman dengan disertai kepeng bolong 99 biji di atas “tepak” (wadah dari tembikar ) lalu di kucurkan air santan.. Adonan itu digunalkan untuk kramas dan uang bolong di bagikan sebagai sedekah (shalawat). Jumlah 99 tersebut sebagai simbul Asmaul Husna. Sisa abu yang dipakai keramas di hanyutkan disungai atau ke laut,sehingga disebut dengan medak api atau buang au. Setelah itu biasanya kurungan diangkat dan lampu di padamkan namun ada juga yang membiarkannya sampai 44 hari. Upacara ini dapt dikaitkan dengan daur hidup yang lain dengan upacara “ Ngaranin” dan “ turun tanak” dan lebih dari itu dilakukan upacara “ngurisan” potong rambut”. Bagi upacara yang mampu kegiatan ini dilakukan dengan acara kenduri yang dinamakan rowah asal kata roh atau arwah, sebagai sambungan turun temurun dari nenek moyang leluhurnya dengan mengundang kiyai dan tetangga sekitar. Upacara adat ini masih dalam keadaan anak bayi masih merah disebut dengan “bebeak”.
3. Upacara Ngaranin : Jika upcara “ngaranin” (pemberian nama) tidak dikaitkan dengan upacara medak api maka secara khusus diadakan upacara pada hari ganjil biasanya diambil pada malam jumat. Pada masa sebelum ke Islaman belum memasuki masa perkembangan pada saat upacara ini dibacakan kitab lontar Indarjaya atau Puspakarma. Setelah perkembangan pemahaman Islam makin maju masyarakat sasak biasanya memeriahkan acara dengan pembacaan hikayat yang diambil dari kitab Kisasul Ambiya. Nama-nama yang diberikan adalah nama yang kental dengan budaya sasak. Misalnya : Galeng, Isin, bokah atau kebiasaan masyarakat Sasak lama memebri nama anaknya dengan nama- nama yang berakhir dengan konsonan. Misal : Sanep, Nurmalam, Ketip, Kerdep. Nasip. Ada juga dikaitkan dengan nama-nama lakon foklor / legenda Sasak dan pewayangan. Sering juga ditemui penamaan anak-anak dengan pengaruh bahsa jawa meskipun disesuiakan denga lafal yang berbeda.
4. Upacara Turun Tanak : Upacara ini dilakukan sebagai tanda anak boleh menginjakkan kaki ketanah (sasak:lemah) sebelumnya harus tetap di gendongan. Sang anak akan disembeq /sepah seluruh bagian tubuhnya dari kening sampai telapak kaki agar anak memiliki kekebalan terhadap penyakit.
5. Upacara Ngurisan : Upacara ini menandai bahwa anak memasuki usia balita ditandai dengan potong rambut, upacara dapat dilakukan di masjid, rumah keluarga dan di makam keramat, juga dikaitkan dengan hari-hari besar seperti Maulid, Lebaran Topat, dll. Piranti yang disiapkan adalah air kumkuman, kepeng bolong, bunga setaman, beras kuning, benang katak, uang bolong atau uang logam dan selawat (uang) khusus sebagai tanda kesaksian bagi yang hadir. Dalam upacara rowah (kenduri) selain hidangan nasi dan lauk pauk yang diwadahi talam (dulang begibung) disediakan pula dulang penamat yang menyimbulkan proses kehidupan manusia sejak manusi lahir – hidup dan mati. Proses kelahiran menurut sasak dibagi atas meniwok bagi tumbuhan, menelok bagi binatang bertelur, menganak bagi binatang memamah biak, simbul tersebut ada dalam dulang penamat. Maka harus ada topat dan bantal sebagai simbul laki dan perempuan dan buah-buahan sebagai simbul yang meniwok dan nasi rasun berisi daging sebagai simbul binatang yang menyusui melahirkan. Dulang Penamat dihiasi pula oleh buah-buahan dan jajan tradisional sebagai lambang kemakmuran. Sisa potongan rambut sang anak kalau tidak ditanam maka akan di hanyutkan ke laut agar anak kelak tidak cepat kena penyakit. Proses upacara ini diringi oleh seni slakar berupa himne dikarang oleh syeh Al- Barzanjanzi yang dipimpin oleh seorang Hadi.
6. Upacara Besunat: Upacara besunat atau hitanan khusus bagi anak laki-lakim upacara bekikir bagi anak perempuan. Sebagai simbul perpindahan anak-anak ke jenjang usia remaja. Dalam upacara di selenggarakan rowah kepada leluhur di ikuti dengan dulang penamat. Besunat dilakukan oleh belian sunat(bayan: Penjalak) , untuk anak besunat disediakan andang-andang agar terjauh dari bala. Andang diwadahi oleh soksokan berisi beras sekurang-kurangnya sekobok, segulung daun sirih, pinang berjumlah ganjil ( 3-5-7) baik pinang muda (buaq odaq) atau piang tua ( buaq toaq ), gambir, kapur pamaq ( kapur sirih) , benang setukel / lawe dan uang bolong dalam jumlah ganjil. Andang-andang adalah simbul keberkahan ilmu sang belian sekaligus sebagai penghargaan terhadap keahlian sang belian. Untuk anak besunat disiapkan kain khusus dengan tongkat pengganjal agar kain tidak tersentuh bagian luka ujung kelamin. Biasanya disiapkan pula tempat duduk kelapa tua hijau agar darah tidak banyak mengucur keluar. Pada saat anak besunat diringi dengan selakar atau selawat oleh orang-orang yang menyaksikan. Begitu alat vital dipotong sang orang tua mendekap sang anak dipinggangnya, dengan maksud menekan keluar darahnya agar tidak terlalu banyak keluar. Makanan yang disiapkan untuk si anak adalah jeroan hati tanpa bumbu untuk pengganti darah yang keluar. Makanan tersebut tanpa bumbu agar menghindar dari infeksi. Dilarang memakan kacang tanah , ikan laut, telur agar tidak gatal. Sebelum disunat diadakan acara menghibur dengan arak-arakan di sebut Praja Busunat diiringi dengan kesenian tradisi. Sebelum di sunat sang anak berendam (Sasak:bekerem) di sungai lalu pulang untuk dilakukan “penyembean” ( diberi tanda dengan kunyahan daun sirih) lalu didandani. Untuk menyenangkan hati sang anak dilakukan arak-arakan dengan menggunakan “Praja Busunat” dapat berbentuk; Juli Jempana atau Jaranan/ Singa. Di saat ini Praja berbentuk macam-macam: kendaraan, burung, ikan dll. Rowah besunat secara khusus dilakukan dalam keluarga. Dalam tradisi Sasak juga dilakukan BEGAWE Nyunatan / pesta Hitanan. Jenis Begawe : Begawe Banjar ( begawe Beleq dan Begawe Ngatak ) dan Rowah Mesilak Masaq (hanya untuk laki-laki). Besunat untuk perempuan disebut “ Besuci “ yakni pemotongan pemotongan ujung kelentit. Pada masa yang lalu besuci merupakan syarat peng-Islaman untuk perempuan.
7. Upacara Bekikir : adalah upacara potongan gigi atau ngotonin, yakni memotong ujung gigi para gadis oleh tukang gigir. Sebagai simbul dari status anak-anak menjadi remaja juga dimaksud untuk menguatkan gigi atau disebut “pasek beton” atau “ Ngotonin/beroton”.
IV. Pengarus Utamaan Anak dalam Pembagian Tugas Kerja.
1. Dalam rumah tangga baik anak laki-laki maupun perempuan sudah memiliki tugas kerja untuk membantu orang tua. Dalam urusan rumah tangga , anak perempuan tugas utamanya mengambil air minum dan “beremok” ( mencari potongan kayu untuk memasak) dan bertugas untuk membawa makanan ke sawah (Sasak: ngater). Anak laki-laki petani betugas membantu ayah untuk memegang tali sapi dan menyabit rumput ( Sasak : ngawis).Pengajaran keterampilan bagi anak-anak disesuaikan dengan tingkat usia mereka.
2. Dalam pembagian tugas ketika belajar ngaji (baca Alqur-an dan Agama ) santri perempuan bertugas menyapu halaman dan mengambil air untuk wudu santri lainnya. Bagi Santri laki-laki membantu Guru kegiatan di sawah. Kebon dan berternak.
3. Dalam kegiatan “Begawe” perempuan menjadi inen beras / menik untuk laki-laki menjadi amen jangan atau ran.
V. Pengarus Utamaan Anak Dalam Pembagian Warisan :
Hukum yang digunakan dalam warisan berdasarkan hukum Islam dua pertiga untuk laki-laki ( sepelembah) sepertiga untuk perempuan ( sepersonan ) dengan variasi, anak laki-laki terkecil/bungsu mendapat tambahan rumah, untuk anak perempuan selain pembagian utama tadi mendapat pembagian tambahan pekakas rumah tangga ( sasak : isin bale ). Alasan mengapa anak bungsu mendapat rumah karena ia paling singkat mendapat kasih sayang dari morang tuanya, sedang untuk anak perempuan diberikan barang-barang-barang perlengkapan dapur untuk menjadi barang bawaan ke rumah suaminya. Umumnya orang tua sang perempuan sangat malu jika anaknya tidak membawa perlengakpan rumah tangga ini kerumah menantu laki-lakinya.
VI. Pengarus Utamaan Anak dalam Kerapan Adat Keluarga :
Dalam Penetapan harga adat/ aji krama dan gantiran/ atau pisuke, peran perempuan sangat menentukan. Sebab standar pemberian gantiran berpatokan pada harga adat sang ibu. Bagi anak perempuan yang kawin mendahului kakaknya baik laki dan perempuan dikenai denda “pelengkak” berbentuk keris bagi laki-laki dan seperangkat kain bagi perempuan.
VII. Pendidikan Budi Pekerti (Sasak: Tertip Tapsila) :
Anak-anak laki-laki diajarkan cara berbusana adat yang benar termasuk “seselepan” menyandang senjata. Anak-anak diajarkan berbgai keterampilan sopan santun untuk menyampaikan undangan ( Sasak : Pesilaan ), cara bertamu dan menyambut tamu. Orang tua masa lalu mendidik anaknya dengan kemampuan : Tata Krama, Base Krama, Lindi Krama. ( Tata tutur, tata laku dan tata tertib). Pengenalan unggah- ungguh basa krama bagi terhadap anak-anak dalam komunitas sasak untuk mengenal lebih dini adeb (adab) budi pekerti dalam pergaulan sosial. Orang tua membahasakan setiap perintah, ajakan maupun ajaran secara educatif menggunakan bahasa halus madia sebagai penghormatan dengan maksud untuk mendidik dan mengajar anak-anak untuk mengetahui kedudukan diri terhadap orang lawan bicara yang dihormati. Misalnya ; Orang tua untuk mengatakan kamu pada anaknya di ucapkan dengan kata “side” untuk makan di ucapkan “ngelor” atau “Medaran”, untuk pergi (lalo) di katakan dengan ucapan “lumbar” dll. Kata-kata hujatan atau memaki anak sangat tabu dalam adat Sasak.
VIII. KESIMPULAN
Gambaran yang terdapat dalam simbul adat daur hidup sebagai bagian dari kearifan budaya lokal sesungguhnya mempunyai nilai-nilai yang sangat Educatif Psikologis dan bermoral. Hal ini harus menjadi bagian yang harus direvitalisasi dan reaktualisasi serta diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat sehingga akan menjadi bagian yang tidak tgerlepaskan dari upaya mengaktualisasikan kembali Lembaga Krama Adat seperti; Krama Banjar, Krama gubuk dan Krama desa. Yang akan menjadi kendaraan dalam pelaksanaan dari awig-awig dan sangsi adat (dedosan ) yang terdapat dalam budaya lokal Sasak.
Niniq Bai , Bije Sanaq Naken
Bagus – bagus ntan jauq diriq
Ndak langgar adat krama tertip tapsila
endak piwal leq dengan towaq, pengelingsir
leq pesware dengan si kwase
Endak jelap salaq terima
Salaq tuduh Salaq Sengguh
Isiq ongkat base dengan siq tao, dengan perkanggo
Sengaq ie jarian ite
Jelap besual besiaq saling tuduh
Pegat diriq besanakan
Silaq beriuk tunas
Ring arepan dekaji Allah Ta ale
Neneq si Kuase
Ampoq te jari dengan besanakan si tao jauq diriq
Saleh- solah- soloh,
Patut- patuh pacu
Genem geger gerasak
Lombok Mirah Saksaq Adi, sekadi siq tesurat
leq dalam kitab negare kerta game
Maliq perlu te pade iling
Sai-sai juaq si te ican jari perkanggo
Endaq jari dengan si besifat bahil loba tamaq
Beterus betabeat angkuh iri dengki dait sombong
Iling-iling-iling
Beriuk pade iling
Monjok, 5 Mei 2008
0 komentar:
Posting Komentar