Masih banyak yang belum tahu, kalau bulan ini adalah bulan Bahasa, bahkan da yang tahu tapi sudah lupa karena kita sering kali tidak pernah mengingat mmoment-moment yang penting bagai bangsa kita, karena kita lebih menghapal kondangan-kondangan yang numpuk dimeja kita. kalau saja para guru disekolah ingat bulan ini sebagai bulan bahasa maka dalam satu bulan ini bisa di buatkan program dengan pengayaan bahasa Indonesia yang baik dan benar.kalau saja bulan ini dimanfaatkan untuk sekolah-sekolah bukan hanya pembinaan bahasanya yang benar tetapi ghiroh patriotisme anak-anak kita bisa ditingkatkan dengan memulai dari bahasa sebagai komsumsi primer bagi mereka setiap hari, bukankah ini suatu pendekatan yang sangat baik diterapkan oleh sekolah-sekolah.
Setidaknya ada tiga agenda penting yang perlu segera digarap. Pertama, menciptakan suasana kondusif yang mampu merangsang anak untuk berbahasa secara baik dan benar. Media televisi yang demikian akrab dengan dunia anak harus mampu memberikan keteladanan dalam hal penggunaan bahasa, bukannya malah melakukan ”perusakan” bahasa melalui ejaan, kosakata, maupun sintaksis seperti yang selama ini kita saksikan. Demikian juga fasilitas publik lain yang akrab dengan dunia anak, harus mampu menciptakan iklim berbahasa yang kondusif; mampu menjadi media alternatif dan ”patron” berbahasa setelah orang tua dinilai gagal dalam memberikan keteladanan.
Kedua, menyediakan buku yang ”bergizi”, sehat, mendidik, dan mencerahkan bagi dunia anak. Buku-buku yang disediakan tidak cukup hanya terjaga bobot isinya, tetapi juga harus betul-betul teruji penggunaan bahasanya sehingga mampu memberikan ”vitamin” yang baik ke dalam ruang batin anak. Perpustakaan sekolah perlu dihidupkan dan dilengkapi dengan buku-buku bermutu, bukan buku ”kelas dua” yang sudah tergolong basi dan ketinggalan zaman. Pusat Perbukuan Nasional (Pusbuk) yang selama ini menjadi ”pemasok” utama buku anak-anak diharapkan benar-benar cermat dan teliti dalam menyunting dan menganalisis buku dari aspek kebahasaan.
Ketiga, menjadikan sekolah sebagai basis pembinaan bahasa Indonesia. Sebagai institusi pendidikan, sekolah dinilai merupakan ruang yang tepat untuk melahirkan generasi yang memiliki kecerdasan linguistik (bahasa). Di sanalah jutaan anak bangsa memburu ilmu. Bahasa Indonesia jelas akan menjadi sebuah kebanggaan dan kecintaan apabila anak-anak di sekolah gencar dibina, dilatih, dan dibimbing secara serius dan intensif sejak dini. Bukan menjadikan mereka sebagai ahli atau pakar bahasa, melainkan bagaimana mereka mampu menggunakan bahasa dengan baik dan benar dalam peristiwa tutur sehari-hari, baik dalam ragam lisan maupun tulisan. Tentu saja, hal ini membutuhkan kesiapan fasilitas kebahasaan yang memadai di bawah bimbingan guru yang profesional dan mumpuni.
Dengan menjadikan sekolah sebagai basis dan sasaran utama pembinaan bahasa, kelak diharapkan generasi bangsa yang lahir dari ”rahim” sekolah benar-benar akan memiliki kesetiaan, kebanggaan, dan kecintaan yang tinggi terhadap bahasa negerinya sendiri, tidak mudah larut dan tenggelam ke dalam kubangan budaya global yang kurang sesuai dengan jatidiri dan kepribadian bangsa. Bahkan, bukan mustahil kelak mereka mampu menjadi ”pionir” yang menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa Iptek yang berwibawa dan komunikatif di tengah kancah percanturan global, tanpa harus kehilangan kesejatian dirinya sebagai bangsa yang tinggi tingkat peradaban dan budayanya.
Dalam lingkup yang lebih kecil, melalui penguasaan bahasa Indonesia secara baik, mereka akan mampu menjadi ”penasfir” dan ”penerjemah” pengetahuan dari berbagai disiplin ilmu sehingga mampu menjadi sosok yang cerdas, bermoral, beradab, dan berbudaya. Persoalannya sekarang, sudah siapkah sekolah dijadikan sebagai basis pembinaan bahasa Indonesia? Sudahkah pengajaran bahasa Indonesia di sekolah berlangsung seperti yang diharapkan? Sudah terciptakah atmosfer pengajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan sehingga mampu menarik dan memikat minat siswa untuk belajar bahasa Indonesia secara total dan intens
Setidaknya ada tiga agenda penting yang perlu segera digarap. Pertama, menciptakan suasana kondusif yang mampu merangsang anak untuk berbahasa secara baik dan benar. Media televisi yang demikian akrab dengan dunia anak harus mampu memberikan keteladanan dalam hal penggunaan bahasa, bukannya malah melakukan ”perusakan” bahasa melalui ejaan, kosakata, maupun sintaksis seperti yang selama ini kita saksikan. Demikian juga fasilitas publik lain yang akrab dengan dunia anak, harus mampu menciptakan iklim berbahasa yang kondusif; mampu menjadi media alternatif dan ”patron” berbahasa setelah orang tua dinilai gagal dalam memberikan keteladanan.
Kedua, menyediakan buku yang ”bergizi”, sehat, mendidik, dan mencerahkan bagi dunia anak. Buku-buku yang disediakan tidak cukup hanya terjaga bobot isinya, tetapi juga harus betul-betul teruji penggunaan bahasanya sehingga mampu memberikan ”vitamin” yang baik ke dalam ruang batin anak. Perpustakaan sekolah perlu dihidupkan dan dilengkapi dengan buku-buku bermutu, bukan buku ”kelas dua” yang sudah tergolong basi dan ketinggalan zaman. Pusat Perbukuan Nasional (Pusbuk) yang selama ini menjadi ”pemasok” utama buku anak-anak diharapkan benar-benar cermat dan teliti dalam menyunting dan menganalisis buku dari aspek kebahasaan.
Ketiga, menjadikan sekolah sebagai basis pembinaan bahasa Indonesia. Sebagai institusi pendidikan, sekolah dinilai merupakan ruang yang tepat untuk melahirkan generasi yang memiliki kecerdasan linguistik (bahasa). Di sanalah jutaan anak bangsa memburu ilmu. Bahasa Indonesia jelas akan menjadi sebuah kebanggaan dan kecintaan apabila anak-anak di sekolah gencar dibina, dilatih, dan dibimbing secara serius dan intensif sejak dini. Bukan menjadikan mereka sebagai ahli atau pakar bahasa, melainkan bagaimana mereka mampu menggunakan bahasa dengan baik dan benar dalam peristiwa tutur sehari-hari, baik dalam ragam lisan maupun tulisan. Tentu saja, hal ini membutuhkan kesiapan fasilitas kebahasaan yang memadai di bawah bimbingan guru yang profesional dan mumpuni.
Dengan menjadikan sekolah sebagai basis dan sasaran utama pembinaan bahasa, kelak diharapkan generasi bangsa yang lahir dari ”rahim” sekolah benar-benar akan memiliki kesetiaan, kebanggaan, dan kecintaan yang tinggi terhadap bahasa negerinya sendiri, tidak mudah larut dan tenggelam ke dalam kubangan budaya global yang kurang sesuai dengan jatidiri dan kepribadian bangsa. Bahkan, bukan mustahil kelak mereka mampu menjadi ”pionir” yang menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa Iptek yang berwibawa dan komunikatif di tengah kancah percanturan global, tanpa harus kehilangan kesejatian dirinya sebagai bangsa yang tinggi tingkat peradaban dan budayanya.
Dalam lingkup yang lebih kecil, melalui penguasaan bahasa Indonesia secara baik, mereka akan mampu menjadi ”penasfir” dan ”penerjemah” pengetahuan dari berbagai disiplin ilmu sehingga mampu menjadi sosok yang cerdas, bermoral, beradab, dan berbudaya. Persoalannya sekarang, sudah siapkah sekolah dijadikan sebagai basis pembinaan bahasa Indonesia? Sudahkah pengajaran bahasa Indonesia di sekolah berlangsung seperti yang diharapkan? Sudah terciptakah atmosfer pengajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan sehingga mampu menarik dan memikat minat siswa untuk belajar bahasa Indonesia secara total dan intens
3 komentar:
waduh mas, termasuk saya lupa kalau ini bulan bahasa hehehe
Nice post
oh ya..?? baru aku tahu..thx infonya ya friend...
ada juga bulan bahasa y, bang..
Posting Komentar