Menyontek, atau kata dasarnya sontek (sering disalahsebutkan sebagai contek), menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia edisi 1995 berarti; menjiplak (tulisan dsb) seperti aslinya; menjiplak.
Secara ghalib, menyontek mengacu kepada kegiatan curang yang dilakukan oleh siswa yang (biasanya malas belajar, atau tidak sempat belajar) dengan menjiplak jawaban temannya, atau mendapatkan sumber jawaban yang lain dengan melihat buku atau alat bantu lain ketika ujian.
Kenapa sih, tidak boleh menyontek? Pertanyaan itu banyak diajukan siswa. Jawabannya banyak. (Di antaranya, bisa dibaca pada tulisan dengan judul Love is a Fallacy pada blog ini). Menyontek juga menyebabkan siswa menjadi tidak percaya diri dan malas belajar. Buat apa belajar kalau kita bisa mendapat jawabannya dengan mudah? Lagipula kalau tidak menyontek, nilainya bisa di bawah KKM. Artinya: Remedy. Peace, man! Peace!
Sebenarnya menyontek itu gimana seh? Kebutuhan atau Keharusan?
Sebelum menjawab pertanyaan itu, saya punya sebuah ilustrasi.
Pada kesempatan try out ujian nasional untuk kelas XII, berkali-kali dikatakan oleh para guru bahwa hasil dari try out ini tidak ada hubungannya dengan nilai peserta. Hasil dari try out ini akan menjadi semacam panduan bagi para guru untuk melakukan kegiatan pengayaan. Materi yang tidak dikuasai peserta (yang tidak dijawab dengan benar) akan menjadi fokus para guru dan siswa dalam kegiatan pengayaan sebelum Ujian Nasional yang sebenarnya dilaksanakan. Oleh karena itu, tentu saja siswa diharapkan untuk mengerjakan soal-soak dengan cara yang jujur sehingga masing-masing pihak (guru dan siswa) mengetahui fokus belajar. Tetapi, meski sudah diyakinkan berkali-kali, tetap saja para siswa menyontek.
Rupanya, menyontek sudah menjadi penyakit akut di kalangan siswa (yang gemar menyontek tentu saja, karena masih ada siswa yang bekerja dengan jujur meski tidak banyak).
Suatu hari, Purdi E. Chandra, pendiri dan pemilik salah satu bimbingan belajar terbesar di Indonesia ditanya oleh seorang guru. "Bagaimana ya, caranya supaya murid-murid saya banyak yang lulus ujian? Saya khawatir, karena tahun kemarin banyak yang tidak lulus," tanya sang guru sambil menerangkan kerisauannya.
Jawab Pak Purdi,"Coba Bapak kasi mereka menyontek, dan lihat hasilnya nanti. Pasti banyak yang lulus."
Tentu saja jawaban pak Purdi itu bercanda, karena kalau serius, tidak ada lagi yang akan ikut bimbingan belajar dan Primagama bisa bangkrut.
Tetapi apakah menyontek itu perlu? Pada zaman instant dan global seperti sekarang ini, menyontek adalah sebuah keharusan. Lihat saja, sistem dagang franchise, MLM, bimbingan belajar, pengerjaan skripsi mahasiswa yang copy and paste dari pekerjaan orang lain, dan masih banyak lagi contoh adalah menyontek yang ternyata membawa keberhasilan dan kejayaan bagi yang melakukannya.
Lantas, apakah menyontek itu boleh? Jawaban pastinya sih, enggak. Hanya bila kepepet, gak ketahuan, and gak dilarang. He he he
Terutama bila kasusnya adalah ketika try out kemudian menyontek. Sudah tidak berguna, melanggar aturan, ketahuan, mencelakakan diri sendiri. Kenapa mencelakakan diri? Ibarat orang yang akan masuk hutan, ketika ditanya apakah bekal-bekal sudah siap? Dia mengatakan sudah, sehingga yang melepaskan kepergiannya tidak mengkhawatirkan persiapannya dan dia mati kelaparan di hutan karena bekalnya tidak siap.
Namun tentu saja, menyontek ketika ujian adalah sebuah tindakan yang tidak terpuji dan akan membuat siswa menjadi kecanduan. Dan ini tidak baik untuk keselamatan belajar.
Oleh karena itu: jangan menyontek!
source .gururidho
Secara ghalib, menyontek mengacu kepada kegiatan curang yang dilakukan oleh siswa yang (biasanya malas belajar, atau tidak sempat belajar) dengan menjiplak jawaban temannya, atau mendapatkan sumber jawaban yang lain dengan melihat buku atau alat bantu lain ketika ujian.
Kenapa sih, tidak boleh menyontek? Pertanyaan itu banyak diajukan siswa. Jawabannya banyak. (Di antaranya, bisa dibaca pada tulisan dengan judul Love is a Fallacy pada blog ini). Menyontek juga menyebabkan siswa menjadi tidak percaya diri dan malas belajar. Buat apa belajar kalau kita bisa mendapat jawabannya dengan mudah? Lagipula kalau tidak menyontek, nilainya bisa di bawah KKM. Artinya: Remedy. Peace, man! Peace!
Sebenarnya menyontek itu gimana seh? Kebutuhan atau Keharusan?
Sebelum menjawab pertanyaan itu, saya punya sebuah ilustrasi.
Pada kesempatan try out ujian nasional untuk kelas XII, berkali-kali dikatakan oleh para guru bahwa hasil dari try out ini tidak ada hubungannya dengan nilai peserta. Hasil dari try out ini akan menjadi semacam panduan bagi para guru untuk melakukan kegiatan pengayaan. Materi yang tidak dikuasai peserta (yang tidak dijawab dengan benar) akan menjadi fokus para guru dan siswa dalam kegiatan pengayaan sebelum Ujian Nasional yang sebenarnya dilaksanakan. Oleh karena itu, tentu saja siswa diharapkan untuk mengerjakan soal-soak dengan cara yang jujur sehingga masing-masing pihak (guru dan siswa) mengetahui fokus belajar. Tetapi, meski sudah diyakinkan berkali-kali, tetap saja para siswa menyontek.
Rupanya, menyontek sudah menjadi penyakit akut di kalangan siswa (yang gemar menyontek tentu saja, karena masih ada siswa yang bekerja dengan jujur meski tidak banyak).
Suatu hari, Purdi E. Chandra, pendiri dan pemilik salah satu bimbingan belajar terbesar di Indonesia ditanya oleh seorang guru. "Bagaimana ya, caranya supaya murid-murid saya banyak yang lulus ujian? Saya khawatir, karena tahun kemarin banyak yang tidak lulus," tanya sang guru sambil menerangkan kerisauannya.
Jawab Pak Purdi,"Coba Bapak kasi mereka menyontek, dan lihat hasilnya nanti. Pasti banyak yang lulus."
Tentu saja jawaban pak Purdi itu bercanda, karena kalau serius, tidak ada lagi yang akan ikut bimbingan belajar dan Primagama bisa bangkrut.
Tetapi apakah menyontek itu perlu? Pada zaman instant dan global seperti sekarang ini, menyontek adalah sebuah keharusan. Lihat saja, sistem dagang franchise, MLM, bimbingan belajar, pengerjaan skripsi mahasiswa yang copy and paste dari pekerjaan orang lain, dan masih banyak lagi contoh adalah menyontek yang ternyata membawa keberhasilan dan kejayaan bagi yang melakukannya.
Lantas, apakah menyontek itu boleh? Jawaban pastinya sih, enggak. Hanya bila kepepet, gak ketahuan, and gak dilarang. He he he
Terutama bila kasusnya adalah ketika try out kemudian menyontek. Sudah tidak berguna, melanggar aturan, ketahuan, mencelakakan diri sendiri. Kenapa mencelakakan diri? Ibarat orang yang akan masuk hutan, ketika ditanya apakah bekal-bekal sudah siap? Dia mengatakan sudah, sehingga yang melepaskan kepergiannya tidak mengkhawatirkan persiapannya dan dia mati kelaparan di hutan karena bekalnya tidak siap.
Namun tentu saja, menyontek ketika ujian adalah sebuah tindakan yang tidak terpuji dan akan membuat siswa menjadi kecanduan. Dan ini tidak baik untuk keselamatan belajar.
Oleh karena itu: jangan menyontek!
source .gururidho
0 komentar:
Posting Komentar