Aku tidak mendengar suara adzan
berkumandang seperti dikampungku lombok yang suara adzannya bersahutan, disini
seperti berada dalam sebuah hutan belantara yang terdengar hanya bising burung
berkicau, yang diganti oleh deru mobil. Anda harus menjadi seorang petapa yang
memiliki daya nyali rasa agar anda waspada pada terkaman singa waktu, jika tidak
semuanya akan kelewatan, Zuhur, Asar, apalagi magrib tentu akan lewat, sebab
tidak signal yang akan mengisyaratkan hal tersebut.
Selesai berbuka puasa dengan makanan
seadanya, ada sate kambing, opor telur ayam, dan campur gerupuk, ditemani es
buah wah sempurna sekali, selesai makan langsung bergegas berangkat ke masjid
sebab kalau terlambat ditinggalkan oleh pilot sholat (Imam Sholat). Ini malam
pertama saya teraweh dengan imam sholat yang luar biasa lembutnya,(lama) tidak
seperti dikampung saya dua puluh menit sudah selesai sholat teraweh, dengan
system jet tempur “istilah kami dulu” tetapi jangan terlalu cepat dan lama juga
ya sedang-sedang saja,,..(aku menggerutu, malam ini lama sekali terawehnya)
bayang pandangku jauh kebelakang ketika masih kecil kami pindah-pindah setiap
malam ke musholla yang berbeda-beda untuk sholat teraweh, tentu tempat
pencarian terakhir adalah imam sholat yang paling cepat, melebihi jet tanpa
awak amerika itu (ceritanya). Lucu memang tetapi itulah yang terjadi.
Kali ini, aku berada di kota
singaraja, sebagai icon Bali kota pendidikan, yang memiliki jargon Singaraja
Smile (bersama bupati Baru PAS). Teraweh di masjid Jami’ adalah adalah sebuah
pilihan yang harus dan pengalaman pertama. Semua masyarakat muslim Singaraja membanjiri
masjid, tetapi yang mengejutkan pada rakaat pertama masih penuh sampai saff
paling belakang, pada rakaat ke 4 tinggal 50 % jamaah semuanya kabur,,ya aku positif
thinking saja barangkali berbeda mazhab, yah biarkan saja atau semuanya kebelet
pingin buang air besar. Positif thinking saja, masak sedang ibadah masih ada
perasaan tidak baik yang menggoroti hati kita. Tetapi aku bersyukur bisa teraweh
di negeri sendiri, dulu waktu di Bangkok dan Singapore kami tidak punya
kesempatan teraweh di Masjid, walau kami pergi ke little India di komplek
Mustafa supermarket yang buka 24 jam di Singapore yang memiliki masjid besar disampingnya
tetapi tetap saja tidak bisa. Tetapi seperti kata penggelamang alias sang
musafir, “bukan tempat yang menuntun kita menuju ketepian, tetapi rasa yang
menaungi kita sebagai kompas sampai ke tujuan” ya,,memang tempat penting tetapi
tidak harus,,yang penting kita taddabur raga dan sukma kita. Allamdullilah Ya
Allah dimanapun aku berada Kau berikan kenikmatan Ibadah..continued...
1 komentar:
Mantap. Mengalir betul ceritanya. ni mesti harus ada jilid dua..he.he
Posting Komentar