11.23.2009

GELIAT RASA

Betap rasa itu menghampiri setiap saat, sampai aku tidak bisa membedakan mana logika dan rasa yang aku alami,
Ketika kembali,bagai ter asa membeku segala raga,kaku mengkristal, bahkan pengawet yang tak tersentuh rasa sakit, engkau begitu menyeherku, BUNGA. Aku tertelikung oleh rasa yang menyeherku, menyeret, mengabaikan segala lelah raga, untuk berpeluk sukma denganmu,
Aku begitu terseret, bahkan aku tidak sadar ketika aku menunggangi burung garudaku pulang, kenapa aku begitu terjatuh pada lubang itu, aku belum bertanya pada orang, aku juga belum siap melakukan konseling pada psikologku, sebab aku akan bercerita lain dari pada yang lain tentangmu, dan membuat siapapun terkesima dengan ceritaku, kalau ada gadis diseberang gunung yang mengangkang aku lewati, dan berkedaraan dengan gagak tua, berdiri diatas puting susu pusuk dari sana aku memandang keindahan yang tak pernah aku temukan ditempat lain,,,0hhhh wisata pusuk, kau sangat perawan ketika kau mengangkang didepanku.
Keindahan alamnya, dan keindahan penghuni yang yang tersenyum ramah, aku senang jalan kebali, tapi dibali tidak ada Lombok, ketika aku sampai di tanjung aku temukan bali dan Lombok berdampingan, betapa murahnya Tuhan memberikan ari-ariku ditanam dilombok. Dan sampai sekarang pasangan ari-ari itu masih kucari, entahlah kemana pasangan itu ditanam.


Samapi sekarang aku masih mencarinya. Ketemukan satu, apakah dia pasangan ari-ariku?kenapa aku bisa jatuh kelubang cinta, ketika aku memandang matanya yang bulat, hidungnya bagaikan gunung pusuk, bibirnya mengkristal tanpa polesen lipstick, lehernya jenjang tubuh dicarik,oh…air ditelan tampak terbayang setiap yang memandang semuanya sayang.
Kau SRINATI, menyebut namamu aku bagaikan hidup ratusan tahun yang silam, mengikuti sayembara para pendekar untuk bisa mendapatkan ciuman hangat dari SRIKANDi, kau Srikandi yang hidup kembali, untuk siapa? Apakah untuk para raja? Tidak aku bukan raja aku wong cilik yang mempunyai cinta menmbus langit, bukan dengan mahkota bertabur bingkn mengtang, tapi dengan rasa bertabur cinta padamu. WAHAI SRIKANDI…..tersneyumlah padaku dari sebelah gunung yang mengangkang itu.
Kau SRINATI, tubuhmu hangat, tidak panas, bau badanmu murni walau kau tidak mandi, ku tahu itu sejak asma’-asma’ku mengembang untuk mengenalmu.
Entahlah, kau berfikir apa tentangku sebab kau tidak pernah berbicara terlalu panjang tengtang ku, kau mengenalku, sejak dulu tapi kau tidak tahu siapa, pasti kau pernah berfikir seperti itu, tapi yakinlah seperti namaku, sangkaanmu itu, tentangku,
Wahai srinati betapa aku mencintaimu,
Wahai srinati betapa aku mencintaimu,
Wahai srinati betapa aku mencintaimu,
Wahai srinati betapa aku mencintaimu,
Wahai srinati betapa aku mencintaimu,
Wahai srinati betapa aku mencintaimu,
Wahai srinati betapa aku mencintaimu,
Tapi pada cinta itu, aku tidak berani mengikatmu, sebab kau telah menjalin janji dengan orang lain, betapa aku tersadar itu, walau aku sangat mencintaimu, tapi aku akan bahagia, karena telah bersamamu,
Wahai srinati, jika aku sudah tahu ujungku kemana, maka aku siap melamarmmu, tapi aku belum melihat itu sama sekali, aku masih buta, tenntang pertemuan dimana aku dan kamu bertelanjang bulat diatas permadani yang akan aku beli dari hasil keringatku sendiri.
Kamu juga berfikir seperti itu mungkin….. jawablah….dinda…jawablah dinda….!!!!

Aku sepakat dengan kata mu kita jalani ini bagai air mengalir, walau aku tidak tahu maksudmu air mengalir itu, tapi aku mensepakati itu.
Aku mencintaimu, tatapi kenapa aku merasa, kalau kau akan menjadi milik orang lain bukan milikku, hal ini yang membuatku menangis, menangis membenci diri, kenapa aku tidak segera menagmbilmu, kenapa aku tidak punya keberanian untuk hal..!! apakah karena orang itu yang setiap saat memberikan nasehat, kau jangan terlalu cepat berkeluarga….nak!!! setiap hari hampir ku dengar itu,,,,,
OH…..TUHAN….
AKU INGIN BERTERIAK DARI SEMUA ITU,
TUHAN,, KAU TAHU SEBAB KAU YANG MENGUASAI RASA ITU.
Tapi, wahai bungaku…..aku mencintaimu…


Read More......